Minggu, 01 Februari 2009

PMK-250/PMK. 03/2008

PMK-250/PMK. 03/2008 BESARNYA BIAYA JABATAN ATAU BIAYA PENSIUN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARIPENGHASILAN BRUTO PEGAWAI TETA PERATURAN MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIANOMOR 250/PMK.03/2008TENTANGBESARNYA BIAYA JABATAN ATAU BIAYA PENSIUN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARIPENGHASILAN BRUTO PEGAWAI TETAP ATAU PENSIUNANMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang :bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3)Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Besarnya BiayaJabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan BrutoPegawai Tetap atau Pensiunan;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubahterakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4893)2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;MEMUTUSKAN : Menetapkan :PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BESARNYA BIAYA JABATAN ATAU BIAYAPENSIUN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEGAWAI TETAP ATAUPENSIUNAN.Pasal 1(1) Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan brutountuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetapsebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubahterakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5%(lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000,00 (lima ratusribu rupiah) sebulan.(2) Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan brutountuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunansebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubahterakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5%(lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan. Pasal 2Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan MenteriKeuangan Nomor 521/KMK.04/1998 tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau BiayaPensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atauPensiunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.Pasal 3Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari2009.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman PeraturanMenteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara RepublikIndonesia.Ditetapkan di JakartaPada tanggal 31 Desember 2008MENTERI KEUANGAN,ttd.SRI MULYANI INDRAWATI

Jumat, 30 Januari 2009



Perbandingan Pasal 23 berdasarkan Per 70 Tahun 2007 dengan PMK No. 244/PMK.03/2008 Tahun 2008 yang mulai berlaku tgl 1 Januari 2009





Senin, 26 Januari 2009

PMK NO. 244/PMK.03/2008

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 244/PMK.03/2008TENTANGJENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF CANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILANSEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGANUNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang :
bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, imbalan sehubungan dengan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan dimaksud.
bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan berwenang mengatur jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b dimaksud, perlu menetapkan Peraturan menteri Keuangan tentang Jenis Jasa Lain Sebagaiman Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893)
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN : Menetapkan :PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008.
Pasal 1
(1)
Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
Jasa penilai (appraisal);
Jasa aktuaris;
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
Jasa perancang (design);
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
Jasa penebangan hutan;
Jasa pengolahan limbah;
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
Jasa perantara dan/atau keagenan;
Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
Jasa custodian/pemyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oelh KSEI;
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
Jasa mixing film;
Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
Jasa maklon;
Jasa penyelidikan dan keamanan;
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
Jasa pengepakan;
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
Jasa pembasmian hama;
Jasa kebersihan atau cleaning service;
Jasa catering atau tata boga.
(3)
Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tariff sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 2
(1)
Jasa penunjang di bidang penambangan migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf f adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa:
Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur;
Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud:
Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;
Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal;
Penutupan sumur.
Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangakaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa;
Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan;
Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil;
Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;
Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
Jasa reparasi pompa reda (reda repair);
Jasa pemasangan instalasi dan perawatan;
Jasa penggantian peralatan/material;
Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumour ke dalam sumur;
Jasa mud engineering;
Jasa well logging & perforating;
Jasa stimulasi dan secondary decovery;
Jasa well testing & wire line service;
Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;
Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;
Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pegeboran migas.
(2)
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf g adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa:
Jasa pengobaran;
Jasa penebasan;
Jasa pengupahan dan pengeboran;
Jasa penambangan;
Jasa pengangkutan/system transportasi, kecuali jasa angkutan umum;
Jasa pengolahan bahan galian;
Jasa reklamasi tambang;
Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah;
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
(3)
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf h adalah berupa:
Bidang aeronautika, termasuk:
Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;
Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);
Jasa pelayanan penerbangan;
Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang dating, selama pesawat udara didarat;
Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
Bidang non-aeronautika, termasuk:
Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat;
Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
(4)
Jasa maklon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf t adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
(5)
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf v adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelengaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.
Pasal 3Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 31 Desember 2008MENTERI KEUANGANttdSRI MULYANI INDRAWATI

Jumat, 24 Oktober 2008

translate data anda melalui google

buat terjemahan anda melalui google translate dengan mengklik http://translate.google.com/translate_t#

Rabu, 03 September 2008

NPWP, hak dan kewajiban serta resikonya

Mengapa judul tersebut menyatakan punya NPWP berisiko ? Dalam pembuatan NPWP sebagaimana kita ketahui merupakan tanggung jawab kita sebagai wajib pajak yang memberikan dua aspek yaitu:
1. Hak yang memiliki NPWP
2. Kewajiban yang memiliki NPWP

Dari dua hal tersebut ternyata yang seringkali hanyalah hak kita sebagai pemilik NPWP, dimana untuk RUU Pajak Penghasilan yang rencananya akan digulirkan diakhir Agustus ini menjadi UU PPh akan memberikan banyak perbedaan dengan orang pribadi yangtidak memiliki NPWP yaitu :
  1. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan PPh Pasal 21 lebih besar 20% dari tarif yang memiliki NPWP.
  2. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan Pemotongan PPh 22 dan PPh 23 akan dipotong lebih besar 100% dari wajib pajak yang meiliki NPWP.
  3. mulai 1 Januari 2009 yang memiliki NPWP akan diberikan bebas fiskal Luar Negeri.

Dari 3 point tersebut maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak telah memberikan suatu pengurangan beban pajak kepada masyarakat/wajib pajak.Tetapi harus disadari pula setiap ada hak pasti ada kewajibannya, dimana dengan memiliki NPWP tersebut maka otomatis kewajiban baik bulanan atau setiap transaksi yang dilakukan maupun kewajiban tahunan berupa Melaporkan SPT Tahunan sudah menanti anda. Oleh karena itu munculnya resiko tersebut disebabkan adanya keharusan untuk melakukan pelaporan SPT Tahunan.
Pengisian SPT Tahunan tersebut masih banyak masyarakat yang belum memahaminya dan apabila ada kesalahan maka resiko tersebut akan muncul.
Ini kemungkinan besar hanya berlaku untuk tahun 2008 dan sebelumnya, rencananya tahun 2009 tidak ada pelaporan spt tahunan lagi.
Maka kehati-hatian dalam pengisian SPT Tahunan pun sangat diperlukan, dan kami siap berbagi informasi apa dan bagaimana cara pengisian SPT Tahunan tersebut untuk meminimalisir resiko dari denda administrasi akibat kesalahan pengisian laporan pajak tersebut.

Kami akan menuliskannya pada penulisan berikutnya.

Terima kasih.

Senin, 25 Agustus 2008

Beberapa Bentuk SPT Tahunan

Pembuatan SPT Tahunan merupakan kewajiban rutin bagi kita yang memiliki NPWP, baik orang pribadi maupun badan usaha. Oleh karena itu data yang diisikan dan cara pengisian harus sesuai dengan aturan tata cara pengisian SPT Tahunan tersebut. Mengapa kita harus benar-benar dalam pengisian SPT Tahunan tersebut dan adakah cara yang tepat untuk mengetahui itu semua?
Dari hasil mempelajari SPT Tahunan berdasarkan peraturan perpajakan:
SPT Tahunan dibagi menjadi:
  1. SPT Tahunan Orang Pribadi, yaitu SPT yang dibuat untuk melaporkan segala aktivitas yang dilakukan oleh wajib pajak Orang pribadi untuk memperoleh atau menerima penghasilan. SPT Tahunan orang pribadi ini dapat berasal dari : Pekerjaan, warisan, pemberian ataupun sumbangan dan lain-lain.